English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Jumat, 23 September 2011

Jeratan - Jeratan Manusia

|
“ Ilahi…Ilahi…Ilahi….!!!! “
Aku berteriak memanggil-manggil nama Dzat yang selalu kusebut itu. Ragaku seperti runtuh tak bertulang. Nafasku seakan berhenti seketika. Air mata keluar lebih banyak dari biasanya.
Aku bersimpuh menahan tangis. Hatiku terkoyak-koyak. Luka yang berdarah menjadi semakin parah dengan sayatan tajam di atasnya. Kata-kata menjadi tak berarti. Seperti kehilangan arah tak tahu harus berbuat apa.
“ Tahukah kamu siapa orang yang paling menyedihkan? Tahukah kamu siapa orang yang paling menyedihkan? Dan kau tahu apa penyebabnya?? “
Suara itu terngiang lagi di otakku. Suara yang berasal dari sumber yang tidak kuketahui. Aku menjerit-jerit. Menangis, berteriak, hingga akhirnya aku tersimpuh kembali.
“ Ilahi….Ilahi…Ilahi…!!!”
***
“ Bang aku ingin bertemu. Aku ingin curhat banyak,” seorang adik kelas menyapaku usai aku menyelesaikan sholat dhuha di Masjid kampus.
Aku tersenyum simpul. “ Urusan curhat bisa belakangan dik, tapi urusan sholat Dhuha ada waktu yang membatasi. Kau sudah sholat Dhuha?” aku balik bertanya padanya.
“ Astaghfirulloh….aku terlampau emosi Bang. Aku lupa belum sholat Dhuha,” adik kelasku segera beranjak menuju tempat wudhu.
Tiba-tiba aku merasa sedang diawasi. Beberapa pasang mata tertuju padaku. Pandangan yang tajam yang menembus pertahanan tubuhku. Namun ketika aku berpaling, mata-mata itu sudah hilang kembali. Aku beristighfar.
Sebuah nada pesan dari handphone mengusir kegelisahan yang kurasakan. Di layar terlihat tulisan “ 1 pesan masuk “. Segera aku menekan tombol enter hingga pesan itu terbuka.
“ Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh….Bang aku mau cerita…Aku sedang menghadapi masalah berat. Aku terserang virus merah jambu bang. Aku terjebak dengan rasa cinta tak beralasan terhadap seorang teman aktivis. Aku sakit Bang…Aku perlu bantuan….”
Aku melihat nama yang tertera di bawah pesan itu. Seorang adik kelas yang begitu aktif di kegiatan kampus. Seorang aktivis yang begitu dielu-elukan oleh semua adik angkatan. Seorang yang dinilai begitu baik dari segi agama maupun sikap.
Aku mengetik tombol-tombol angka yang ada di layar HP-ku. Secepat kilat membalas pesan yang tadi kuterima.
“ Wahai Ikhwan sholeh….segera cegah hatimu untuk bermaksiat kepada Allah. Kau adalah makhluk lemah yang tak pantas menduakan cinta-Nya. Kau tak berhak membuat-Nya cemburu. Segera basuh wajahmu dengan wudhu. Biarkan segala penyakit hati itu tersingkir bersama air yang kau gunakan,”.
Pesan terkirim.
Tak lama kurasakan kembali beberapa pasang mata mengamatiku. Aku merasa ketakutan. Ketika kuberbalik badan, tatapan-tatapan itu menghilang entah kemana. Aku beristighfar kembali. Sesosok adik kelas tadi sudah menyelesaikan sunnah Dhuhanya dan siap untuk berbincang. Aku mengajaknya ke sekretariat Masjid kampus.
“ Bang aku merasa bersalah…..” mengalirlah air mata dari kedua pipi adik kelasku itu. Dan terucaplah cerita yang membuat dadaku terasa sesak. Ya Rabbi Anta Ghoffurur Rahim….ujarku tak terucap.
***
Tatkala kita ditimpa musibah
Atau tertipu oleh kepalsuan
Kala tergiur bunga kehidupan
Terbujuk rayu godaan setan
Tergelincir dalam jurang nifaq dan riya
Jika hati hampa tanpa nilai ruhaniyah
Tiada kekuatan untuk memberi
Hampa dari cahaya petunjuk-Nya
Keikhlasan, Muroqobah dan ketakwaan
Berhentilah di terminal Ruhiyah
Agar kalah nafsu amarah
Tipu daya yang berbingkai kemunkaran
Selamat dari jurang ujub, nifaq dan riya
Berhentilah di terminal Ruhiyah
Agar sadar bahwa dunia fana
Agar selalu ingat kematian
Di kala dunia mencengkram jiwa
Aku menangis mendengar bait-bait syair nasyid yang kuputar lewat HP ku. Sepasang earphone terpasang rapi di telingaku. Ya Allah kiranya apa yang sedang terjadi dengan batinku ini. Begitu pelik masalah yang mesti kuhadapi. Begitu banyak beban yang tersangga di pundakku. Semuanya menghilangkan keindahan taman ruhiyah yang semakin kering sejak aku lama tinggalkan. Aku beristighfar dan larut dalam tangisan diam.
“ Kau tahu Bang Yas gak? “ terdengar suara seorang akhwat di perbatasan hijab tak jauh dari tempatku duduk.
“ Siapa yang gak kenal dia sih Ukh. Dia yang paling bijaksana di kampus ini. Paling pinter, paling sholeh, paling bagus ngajinya. Pokoknya Top deh…” akhwat yang lain menimpali.
“ Bener ukh…semua orang kalau ada masalah pasti curhatnya ke dia. And you know ukh, setelah itu kita yang curhat pada semangat kembali. Subhanallah khan? Pokoknya Bang Yas itu sumber dari segala sumber deh,” ujar akhwat pertama tak mau kalah.
“ Bener tuh ukh…tau gak ukh….bla…bla…bla…bla… “ kedua akhwat itu meneruskan percakapannya.
Tiba-tiba suara-suara itu perlahan menghilang. Aku mengencangkan volume musik yang sedang kudengarkan. Aku merasa terganggu. Aku merasa dilemparkan di suatu malam yang tak berbintang sedikit pun. Kelam, gelap, dan gulita.
Mata-mata itu kemudian menyergapku seketika. Mereka menatapku tanpa belas kasih. Seolah menelanjangi semua yang kupunya. Mata-mata itu muncul semakin banyak. Saat kupejamkan mata, mata-mata itu masih terbayang di segala penjuru otakku. Semakin memenuhi benakku dan mencampuri segala udara yang kuhembuskan.
“ Ilahi…Ilahi…Ilahi!!!!”
Puncaknya aku menjerit sekencang-kencangnya. Beberapa pasang mata yang berada di dalam Masjid menatapku heran. Suara-suara akhwat di balik hijab itu terhenti seketika. Aku membuka mata. Kutarik earphone yang masih menggantung di telingaku. Aku menarik nafas dalam-dalam. Mata-mata itu sudah hilang tak tentu rimba. Sekelilingku terlihat hening senyap. Aku segera bangkit dan bergegas. Ilahi, kenapa aku menjadi kacau seperti ini? Astaghfirullah Alladzim…
***
Kajian malam itu kubawakan dengan tidak penuh bersemangat seperti biasanya. Adik-adik kelas yang melihat ke arahku menaruh curiga pada diriku. Usai kajian, Rahman, adik kelasku mendekati.
“ Bang, kau sakit ya? Hari ini kau tampak tidak seperti biasanya?” Rahman mendatangiku di tempat aku memberikan kajian tadi.
“ Iya Bang, wajahmu juga terlihat pucat dan suram. Ada apa bang?” Febri, adik kelas lainnya ikut mendekat.
Aku tersenyum kecil. Dengan bersikap tegar aku menggelengkan kepala. “ Tidak akhi, abangmu ini baik-baik saja,” ujarku pelan.
“ Kau sakit bang?” selidik Rahman.
Aku tidak menjawab. Aku hanya mengingat, sebelum pergi ke tempat dauroh ini aku hanya makan nasi uduk saja pagi tadi.
“ Saya hanya perlu istirahat saja akhi,” ujarku pada akhirnya. Dengan sigap Rahman dan Febri mengantarku ke kamar panitia. Aku mengikuti.
“ Istirahat saja dulu bang, biar nanti kami minta akhwat menyiapkan makanan untukmu,” ujar Rahman, sang ketua panitia.
Aku tak bersuara lagi. Segera kubaringkan tubuhku di atas kasur busa itu. Lalu kupejamkan mata sekuat-kuatnya. Aku tak ingin membayangkan mata-mata itu lagi. Aku tak ingin. Aku hanya ingin istirahat dan tidur. Tak lama aku pun terlelap.
***
“ Ilahiiii!!!!!”
Aku berteriak kencang. Mata-mata itu muncul kembali. Kali ini lebih banyak dari biasanya. Menjadikan aku sebagai terdakwa yang sedang dilihat beratus-ratus mata yang ku tak tahu milik siapa. Sepasang tangan lalu mendorongku ke dasar sebuah lubang dalam.
“ Ilahiiiiii!!!!”
Suaraku parau. Aku jatuh di dasar lubang itu. Meninggalkan rasa perih yang tak bisa kuceritakan. Sepasang mata yang paling besar terlihat begitu mengerikan di hadapanku.
 “ Tahukah kau orang yang paling menyedihkan? Dia adalah orang yang tidak merasakan kegembiraan ketika bertemu dengan Allah. Seperti kau mengerjakan sesuatu yang kamu senangi dan berharap orang lain senang dengan pekerjaanmu tetapi mereka tidak senang dengan apa yang kau kerjakan. Seperti kau mengharapkan orang lain senang dengan apa yang kau lakukan tetapi kenyataannya tidak ada yang senang dengan yang kau lakukan. Kau menunjukkannya kepada yang lain, tetapi orang lain sibuk dengan yang lainnya dan tidak memedulikan dirimu,”
Suara itu terdengar menggelegar di setiap ruang pendengaranku. Aku menggigil ketakutan. Kupejamkan mata serapat-rapatnya.
“ Tahukah kau orang yang paling menyedihkan? Orang yang menemui Dzat Yang Maha Pengasih tetapi orang itu tidak melihat kegembiraan dari Dzat itu. Kau seharusnya beribadah secara sembunyi, tidak untuk diperlihatkan. Demi Allah…kau tidak akan menemui siapapun yang paling pengasih kecuali Allah!”
Aku semakin ketakutan. Bait demi bait kata-kata yang diucapkan makhluk itu terasa menusuk hatiku perlahan namun tepat di jantungku. Mengoyak setiap pertahanan keimanan yang kubangun dengan jatuh bangun.
“ Dan jika Allah tidak memberikan ampunan-Nya kepadamu, maka tak ada makhluk yang bisa memberikan ampunan padamu. Orang-orang sebelum kamu pernah berkata ‘Demi Allah, andaikan aku diberikan pilihan untuk diadili oleh orang tuaku sendiri atau diadili oleh Allah, sungguh aku akan memilih diadili oleh Allah karena dia Maha Pengasih daripada orang tuaku,’. Itu yang mereka katakan,”.
Aku menangis. Air mataku berkejaran semakin cepat. Seluruh tulangku seolah dicelos satu persatu.
“ Lihat dirimu Yas! Apakah kau bangga dengan dirimu? Apakah kau bangga dengan amalanmu? Apakah kau merasa bahwa semua orang membanggakanmu? Dan kau merasa bahwa engkau yang paling hebat? “ suara itu tiba-tiba terdengar bagai silet yang menyayat tubuhku.
“ Tidaaakkkkkk!!!! Aaa..kuu tiii..daak pernah baaa..ngga…” aku mulai memberanikan diri berbicara. Kuangkat beban yang berpuluh-puluh ton dari lidahku. Menghasilkan gumaman kecil hampir tak bernada.
“ BOOHOONNG!!!”
Suara makhluk itu menerpaku lebih keras.
“ Tanya pada hatimu! Tanya pada nuranimu! Apakah benar yang kau lakukan itu murni dengan keikhlasan? TANYAKANN!!” suara itu masih terdengar keras.
“ Aku tidak pernah bangga!” aku beranikan berteriak walaupun tenggorokkanku terasa tercekat.
“ Tidak pernah bangga?? Ketika kau menjadi tempat teman-temanmu bercerita kau merasa bahwa engkau adalah yang terbaik! Ketika kau menyuruh orang lain mengerjakan amal sholeh, kau merasa bahwa amalanmu lebih banyak dari mereka! Kau…..”
“ TIIIDDDAAKKKKK!!!!!” aku berteriak. Aku tak tahan mendengar suara itu lagi. Aku tidak pernah seperti itu. Aku…aku…aku…
“ Kau akan ditolak di hadapan Allah!”
“ Amalanmu akan ditolak!”
“ Allah tidak akan menerimamu!!!”  
“ Allah tidak akan senang padamu!!”
“ Allah akan….”
“ Allah akan…”
Mata-mata itu semakin banyak dan menatapku tajam. Bermunculan…. bermunculan dan terus bermunculan. Aku dikelilingi mata-mata itu. Aku terdesak dan semakin terhimpit.
“ Ilahi!!! Ilahi!!! Ilahi!!! “ Aku berteriak sekencangnya. Tak peduli suaraku yang akan habis setelahnya. Kemudian aku kembali terdorong ke dalam sebuah lubang tak berdasar yang semakin menjauh dari tempatku tadi berpijak.
“ILAHI!!!”
Teriakku terakhir kalinya. Kupasrahkan tubuhnya jatuh tak berarah.
“ Ilahi….aku tak layak ke surga-Mu… Tapi aku tak sanggup ke neraka-Mu…Ilahi…Ilahi…Ilahi….”
Dan semuanya menjadi gelap.
***
“ Bang…Bang…Bang…”
Satu suara terdengar di telingaku. Aku mengerjapkan mata. Sinar memasuki iris mataku. Mataku terbuka.
“ Bang, kau baik-baik saja?” sesosok Rahman ada di hadapanku.
“ Kau mengingau bang. Kau pasti bermimpi buruk. Istighfar Bang,” tambah Febri. Dia menyodorkan segelas air putih padaku.
Aku terbangun. Kemudian mengusap wajahku.
“ Aku baik-baik saja,” ujarku usai menelan air putih yang diberikan Febri. Dzikir memenuhi ruang hatiku.
“ Kau yakin Bang?” Rahman terlihat ragu.
Aku mengangguk pelan. Mencoba membuat situasi terlihat normal. “ Jam berapa sekarang?”.
“ Adzan Shubuh baru saja berkumandang. Kami kemari untuk mengajakmu sholat berjama’ah bang,” tutur Febri.
Aku segera beranjak kemudian bersama kami menuju aula villa untuk melaksanakan sholat Subuh berjam’ah. Aku menolak menjadi Imam kali itu. Aku melihat sekeliling, tak ada mata-mata lagi yang memperhatikanku. Kucoba meresapi setiap gerakan dan bacaan yang kulakukan hari ini.
           
Ilahi…sungguh aku tak layak ke surga-Mu
Namun aku tak sanggup ke neraka-Mu
Ampunkanlah dosaku
Dan terimalah taubatku…
Ilahi…Ilahi…Ilahi…
           
Aku menangis meratapi apa yang terjadi padaku semalam. Sungguh…aku benar-benar tak layak untuk masuk ke surga-Mu Ya Allah..
***
“ Assalamu’alaikum…Bang aku ingin curhat Bang. Aku terlibat masalah. Aku perlu bantuan Bang,”
Sms dari adik kelasku lagi. Aku tak segera membalasnya. Tadi pagi seorang teman juga datang ke tempat kost ku untuk meminta kesediaanku berbagi rasa dengannya.
“ Bang, aku kehilanganmu bang. Kau jarang terlihat di kampus bang,” suara yang lain terdengar.
“ Bang, aku memerlukanmu bang…” satu suara lainnya.
“ Bang, kenapa tak hadir pada kajian kemarin?”
“ Bang….”
Ya Allah…biar aku merasakannya sendiri saja.
Ya Allah…biar aku mendahulukan cinta-Mu di atas segalanya.
Ya Allah…biar aku meraih cinta –Mu.
Ya Allah…….
Aku berjalan menyusuri hari yang mulai senja. Semilir angin berhembus menerpa wajahku. Sungguh Ya Rabbi, aku tak layak ke surga-Mu….aku tak layak ke surga-Mu…aku tak layak ke surga-Mu…***(yas)
September 12, 2011
@my office, 13.45 am
Beribu kangen kupersembahkan untuk Dia yang tercinta…
By : Islamedia (Media Informasi Islam)

CoReTaN-CoReTaN DiNdiNG YaNg LaiN



JaNGaN LuPa BaCa YaNG LaiN | DaN TiNGGaLKaN CoReTaN SoBaT | Support by AcHoN'x

0 komentar:

Posting Komentar

KoMuNiTaS Q

Copyright © 2011 SeenTHiNGS

Template N2y Shadow By Nano Yulianto