Saudaraku, kita semua tahu bahwa Rasulullah Muhammad صلى الله عليه و
سلم wafat di tempat tidurnya didampingi oleh istrinya Ummul Mukminin
Aisyah radhiyallahu ‘anha. Berpisahnya ruh mulia teladan ummat
ini dengan jasad agungnya terjadi sesudah beliau menderita sakit yang
kian melemahkan tubuhnya sehingga menjadi jalan sampainya beliau kepada
taqdir wafatnya. Betapapun sedih dan berdukanya ummat, tidak seorang
muslim-pun dibenarkan untuk kembali menjadi musyrik atau kafir karena
berpulangnya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ke Rahmatullah.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ
قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى
أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ
شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik
ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah
sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.” (QS. Ali-Imran [3] : 144)
Di dalam ayat di atas Allah سبحانه و تعالى menyebutkan bahwa para
Rasul-Nya ada yang wafat karena tutup usia dan ada yang meninggal karena
dibunuh oleh musuh-musuh Allah سبحانه و تعالى . Nabi Muhammad صلى الله
عليه و سلم termasuk yang ditaqdirkan Allah سبحانه و تعالى menemui
kematian bukan dalam bentuk dibunuh oleh musuh-musuh Allah سبحانه و
تعالى . Ini merupakan suatu taqdir Allah سبحانه و تعالى yang sungguh
meringankan beban ummat Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم . Mengapa ?
Kita semua tahu bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم merupakan
teladan bagi ummat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hendaknya kita
semua menjalani segenap urusan hidup dan mati kita dengan semaksimal
mungkin mencontoh peri-kehidupan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم .
Jelas, Allah سبحانه و تعالى telah menempatkan beliau sebagai prototype
ideal bagi segenap manusia yang mengaku beriman. Perhatikan ayat di
bawah ini:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ
اللَّهَ كَثِيراً
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33] : 21)
Dengan adanya kenyataan bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم
menemui kematiannya dalam bentuk wafat tutup usia sebagaimana lazimnya
kebanyakan orang, maka hal ini meringankan ummat Islam untuk meneladani
Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم dalam perkara menjemput kematian. Bisa
kita bayangkan betapa sulit dan beratnya beban ummat Islam sekiranya
Allah سبحانه و تعالى taqdirkan kematian Rasulullah صلى الله عليه و سلم
dalam bentuk dibunuh oleh musuh-musuh Allah سبحانه و تعالى . Hal ini
menjadi beban berat bagi ummat Islam karena itu berarti semua kita perlu
mengharapkan agar menemui ajal dengan cara dibunuh oleh musuh-musuh
Allah سبحانه و تعالى .
Namun demikian, patut diketahui oleh setiap muslim bahwa sesungguhnya
secara pribadi Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم memiliki keinginan
khusus untuk menemui kematian dengan cara yang istimewa, yaitu mati
syahid di jalan Allah سبحانه و تعالى . Beliau sebenarnya sangat
berambisi untuk menemui ajalnya dengan cara dibunuh oleh musuh-musuh
Allah سبحانه و تعالى .
وَلَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي مَا قَعَدْتُ
خَلْفَ سَرِيَّةٍ وَلَوَدِدْتُ أَنِّي أُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ
أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ
Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda: "Kalau seandainya tidak
memberatkan umatku tentu aku tidak akan duduk tinggal diam di belakang
sariyyah (pasukan khusus) dan tentu aku ingin sekali bila aku terbunuh
di jalan Allah lalu aku dihidupkan lagi kemudian terbunuh lagi lalu aku
dihidupkan kembali kemudian terbunuh lagi". (HR. Bukhari No. 35)
Subhaanallah...! Bayangkan, Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم
jelas-jelas berkeinginan sekali untuk terbunuh di jalan Allah سبحانه و
تعالى bahkan berharap jika hal itu terjadi kemudian berharap dirinya
dihidupkan kembali oleh Allah سبحانه و تعالى lalu kembali dibunuh di
jalan Allah سبحانه و تعالى .
Tetapi ada catatan dari ucapan teladan ummat Islam di atas yakni kalimat: "Kalau seandainya tidak memberatkan umatku...” Jadi
jelas bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم khawatir bahwa jika apa
yang ia inginkan benar-benar menjadi kenyataan maka sudah barang tentu
hal tersebut bakal memberatkan ummat Islam seluruhnya. Oleh karenanya,
Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم tetap menghibur orang-orang beriman
yang juga memiliki ambisi mati syahid. Beliau sampai mengatakan :
مَا مِنْ عَبْدٍ يَمُوتُ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ
يَسُرُّهُ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا وَأَنَّ لَهُ الدُّنْيَا وَمَا
فِيهَا إِلَّا الشَّهِيدَ لِمَا يَرَى مِنْ فَضْلِ الشَّهَادَةِ فَإِنَّهُ
يَسُرُّهُ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيُقْتَلَ مَرَّةً أُخْرَى
Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda: "Tidak ada seorang hamba pun
yang meninggal dunia, di dimana di sisi Allah dia mendaptkan balasan,
yang lebih baik sehingga membuatnya berhasrat untuk kembali lagi ke
dunia dan sungguh dia mendapatkan dunia beserta isinya kecuali orang
yang mati syahid karena dia melihat keutamaan mati syahid. Sungguh dia menginginkan dapat kembali ke dunia kemudian dia (berperang) dan mati syahid sekali lagi". (HR. Bukhari No. 2586)
Berarti, dapat disimpulkan bahwa kendati Nabi Muhammad صلى الله عليه و
سلم menemui kematian dengan cara yang lazimnya kebanyakan orang, yaitu
meninggal di tempat tidur, tetapi sesungguhnya cita-cita beliau yang
sebenarnya ialah menemui kematian dalam bentuk mati syahid di jalan
Allah سبحانه و تعالى . Sehingga perkara ini menjadi suatu anjuran yang
jelas diarahkan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم kepada ummat Islam.
Bahkan agar peluang memperolehnya menjadi lebih besar, maka setiap
muslim dianjurkan untuk memiliki niat berperang di jalan Allah سبحانه و
تعالى . Barangsiapa menemui kematian tanpa pernah berniat berperang di
jalan Allah سبحانه و تعالى seumur hidupnya, maka berarti ia mati dalam
salah satu indikasi kemunafikan. Wa na’udzu billaahi min dzaalika...!
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِالْغَزْوِ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
Nabi صلى الله عليه و سلم berkata: "Barangsiapa yang meninggal dan
belum berperang serta belum berniat untuk berperang, maka ia meninggal
berada di atas cabang kemunafikan." (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud No. 2141)
Ya Allah, karuniakanlah kepada kami rezeki berjihad di jalan-Mu dan memperoleh mati syahid di jalan-Mu. Amin ya rabbal ‘aalamiin.
Sumber : Eramuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar